Sabtu, 11 Februari 2017

Cinta dan Kasih Sayang Dalam Islam

Islam agama penuh dengan kasih sayang. Mewujudkan kasih sayang pada diri sendiri, serta memberikan kasih sayang kepada siapa dan apa yang ada di sekeliling kita adalah ibadah. Dan itulah bagian dari sifat dan jati diri orang muslim.
Allah Swt berfirman: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128). Ayat tersebut menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang sarat dengan kasih sayang.
Kasih sayang dalam koridor Islam adalah mengikuti cara-cara yang dicontohkan oleh Nabi saw yang dibungkus oleh iman, sebagaimana sabdanya: “Tidak beriman salah seorang di antara kamu hingga dia mencintai untuk saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim). 
Dalam konteks yang sama Rasul saw juga memerintahkan untuk menyayangi makhluk di permukaan bumi ini tanpa membeda-bedakan, dalam sabdanya: “Orang-orang penyayang, pasti disayangi Allah. Maka sayangilah setiap penduduk bumi, niscaya engkau akan di sayangi oleh penghuni langit, yakni para malaikat.” (HR. Abu Daud). Dengan demikian, kasih sayang dalam Islam adalah permanen, bukan temporer, dihargai dan menempati posisi terhormat, kudus, dan sakral.
“ Sesungguhnya kasih sayang itu cabang (penghubung) kepada Allah SWT. Barang siapa yang menyambungnya,maka Allah akan menyambung (kasih sayang-Nya) dengannya. Dan barang siapa yang memutuskannya, maka Allah akan memutus (kasih sayang-Nya) dengannya.” (HR. Bukhori)
”Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah yang kamu sukai, adalah lebih utama daripada Allah dan Rosul-Nya dan berjihad di jalan Allah, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At-Taubah:24)
Secara garis besar, objek kasih sayang dalam Islam adalah:
1. Sayang kepada Allah SWT

Mewujudkan rasa sayang atau cinta kepada Allah SWT dalam diri seorang muslim adalah suatu keniscayaan. Karena tidak akan sempurna ibadah seseorang kepada Allah SWT bila tidak ada rasa cinta di dalamnya.

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah …” (QS.Al-Baqoroh: 165)

2. Sayang kepada Rosulullah SAW

Mencitai Rosulullah merupakan bagian dari keimanan.

Anas berkata, Rosulullah bersabda, “Tidak sempurna iman kalian sampai aku lebih dia cintai daripada dirinya, orang tuanya, anaknya dan manusia lain keseluruhan”. (HR. Bukhori dan Muslim)

3. Sayang kepada sesama

Jarir bin Abdullah berkata, Rosulullah bersabda, “Allah tidak akan menyayangi orang yang tidak menyayangi manusia lainnya.” (HR. Bukhori dan Muslim). sayang kepada orang tua, sayang kepada suami atau istri, sayang kepada saudara, sayang anak, sayang kepada tetangga, dan sayang kepada teman.
4. Sayang kepada hewan

Abu Hurairoh berkata: Rosulullah bersabda,”Pernah ada seorang laki-laki dalam perjalanan, ia merasa sangat haus. Kemudian ia bertemu sumur dan turun ke dalamnya, ia minum air sumur lalu keluar. Tiba-tiba ada anjing yang menjulurkan lidahnya, mengendus tanah karena kehausan. Ia berkata dalam hatinya, anjing ini mengalami apa yang tadi aku alami. Lalu ia (turun ke sumur lagi) memenuhi sepatu kulitnya (dengan air), lalu ia gigit dengan mulutnya lalu keluar, selanjutnya ia memberi minum anjing tersebut. atas perbuatannya itu, Allah bersyukur padanya dan mengampuni dosanya. Para sahabat bertanya, wahai Rosulullah, apakah kita akan mendapat pahala jika menolong hewan? Beliau bersabda, “Kebaikan kepada setiap yang punya hati (makhluk hidup) ada pahalanya” (HR. Bukhori dan Muslim)
5. Sayang kepada tumbuhan
Dan yang terakhir, Sayang kepada lingkungan

Sabtu, 04 Februari 2017

Study Tour vs Study School
          Study tour dilaksanakan pada tanggal 1 Februari sampai tanggal 3 Februari 2017. Para siswa memikirkan tentang sebuah kenang-kenangan yang tak terlupakan kepada sahabat-sahabat dan teman-teman. Karena perjalanan selama 3 tahun bersama akan berakhir. Namun yang dinamakan kebersamaan itu terbelah menjadi 2. Antara yang ikut study tour dan yang tetap di sekolah. Perbedaan itulah yang sehingga tulisan ini akhirnya dibuat. Ini demi kebersamaan dan keadilan kita semua.
          Mereka yang mengikuti study tour pergi menjelajahi Samarinda-Bontang-Tenggarong, tetangga dengan kota Balikpapan. Perjalanan itu akan menjadi kisah yang tidak akan terlupakan. Teman-teman, sahabat-sahabat, dan guru-guru akan menjadi kebersamaan yang akan selalu dikenang.
          Namun bagaimana denagan para siswa yang tidak mengikuti study tour? Apakah mereka jauh dengan nilai kebersamaan? Akhirnya terjadilah kejadian ini. 3 dari 10 orang siswa kelas 9 memilih untuk tidak ikut study tour.
          Orang tua menyesali kejadian ini. Study tour yang dilaksanakan itu tidak sesuai dengan pikiran dan harapan sebagian orang tua. Perjalanan Balikpapan-Samarinda-Bontang-Tenggarong terlalu panjang dan menguras banyak waktu sehingga para siswa nanti mungkin bisa lelah. Kegiatan tersebut juga berdekatan dengan Ujian Nasional. Uang sebesar 1.450.000 terlalu besar untuk kunjungan di dalam provinsi. Dan kegiatan tersebut cenderung banyak bersenang-senang. Apakah ada kegiatan yang lebih bermanfaat?
          Dan akhirnya terjadilah 2 kelompok yang berbeda agenda. Antara study tour dan study school. Study tour pergi ke luar kota, dan study school tetap berada di sekolah tidak mengikuti study tour.
          Ketika siswa yang mengikuti study tour pergi mengelilingi Provinsi Kalimantan Timur, berkunjung ke masjid tua, makan malam di restoran, main-main di pantai, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Siswa yang mengikuti study di sekolah tetap senang dan bahagia. 3 hari yang sangat istimewa saat itu bersama sebagian orang. Kebersamaaan yang tidak akan bisa didapatkan oleh sebagian besar yang lainnya. Mereka tidak belajar mata pelajaran sekolah. Otak sangat pekat jika terlalu belajar pelajaran UN atau sekolah. Mereka malah belajar tentang motivasi rohani, cara menikmati Al-Qur’an, tentang otak, cara menghadapi UN, dan kegiatan seru lainnya.
          Mungkin sangat berbeda rasa kebersamaan antara yang ikut study tour dan yang tidak ikut study tour. Tetapi semua itu tidak mengapa. Kebersamaan itu di dalam hati, apa gunanya kalau masih bertengkar, masih berkelahi, dan masih menyimpan dendam. Buang itu semua!
          Semoga kita sadar bahwa hidup haruslah terus berkerja sama. Maka pentingnya kebersamaan itu. Orang tua harus tahu apa yang terbaik buat anak anaknya. Jangan sampai mereka memilih kesenagan dari pada harapan. Pengurus harus mengerti apa yang seharusnya bermanfaat. Adanya study tour dan study school membuat terpisahnya agenda kebersamaan. Agenda kebersamaan harus dibuat agar semua orang bisa mengikutinya. Waktu, uang, temapat, acara, dan kegiatan haruslah sesuai dengan para siswa. Kegiatan yang dilakukan juga harus bermanfaat.
          Sejatinya, tidak ada masalah antara study tour dan study school. Semua hanya karena perbedaan sudut pandang. Sudut pandang study tour tentu akan merasa ini sebuah moment terindah dan memberi banyak nilai tambah untuk sebuah kegiatan kebersamaan selama 3 tahun di SMPIT Al-Auliya. Sementara sudut pandang study school akan merasakan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Terima kasih kepada guru-guru yang tetap ikut berpartisipasi memberi kegiatan yang kreatif.

          Jadi, perbedaan sudut pandang ini jangan membuat kita juga berbeda. Anggap ini adalah sebuah kekayaan di sekolah kita dan bisa kita saling menghargai atas sikap yang kita ambil. “Perbedaan itu rahmat” (Hadits).

"Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan, karena engaku tak duduk disampingku kawan."

Jumat, 23 September 2016

Baju Seragam Sebaiknya Tidak Diwajibkan

Seragam adalah sebuah simbol untuk mengetahui identitas seseorang termasuk mereka yang  menjadi pelajar. Namun, dibeberapa negara yang tingkat pendidikannya tinggi, mereka tidak menjadikan seragam adalah hal yang wajib. Indonesia adalah negara yang mewajibkan pelajar menggunakan baju seragam, mulai putih-merah, putih biru hingga putih abu-abu. Pro dan Kontra pun terjadi, wajib atau tidaknya baju seragam bagi pelajar di Indonesia. Dan berikut ini adalah tulisan yang di tulis oleh pelajar sendiri untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai masalah baju seragam.
Indonesia itu negeri yang kaya! terkecuali orang-orang yang terpojok dalam kemiskinan akibat koruptor, ilmu yang kurang, pemalas, hanya berfikir uang, dan kurang kasih sayang . Membeli sebuah pulpen saja harus menabung berhari-hari, apa lagi harus membeli baju seragam. Kapan negeri ini maju kalau penduduknya tidak mau belajar? lebih baik uang itu untuk membeli buku pelajaran dari pada harus membeli baju seragam. Rakyat akan semakin berfikir uang sebaiknya tidak untuk beli baju seragam, sehingga sekolah bagi mereka bukan hal yang dibutuhkan.
Kaya – miskin bukanlah halangan untuk berpakaian bebas di sekolah. Sebaiknya murid harus diajarkan hidup apa adanya dan tidak sombong. Pelajar harus menggunakan pakaian yang sopan  dan tidak berlebihan sehingga yang lain tidak merasa iri atau rendah diri. Apa pun kasta yang dimiliki seseorang tidak dapat melewati sebuah ilmu yang dimiliki.
Kemudian jika baju seragam ternodai oleh lumpur atau kotoran lain akan menyusahkan orang tua. Apa lagi jika besok harus menggunakan pakaian tersebut. Ibu akan memarahi kita karena dia akan mencucinya untuk kita besok. Hal ini jelas akan membuat orang tua menjadi keberatan untuk mencuci baju seragam. Padahal kita ingin bereksplorasi, butuh percobaan kotor-kotoran yang dilakukan. Sudah pantasnya kita kembali ke Alam, bebas! Hal ini akan membuat generasi penerus  menjadi lebih aktif dan berfikir nasionalisme, karena Indonesia adalah alam yang besar.
Lagi pula, baju seragam itu hanya di gunakan saat sekolah saja. Ketika sudah lulus SMA, para pelajar akan mencoret-coret baju tanda bahwa mereka sudah lulus. Padahal itu tidak ada gunanya membuang-buang apa yang sudah terjadi dan cita-cita mereka sejatinya belum terselesaikan. Jika baju itu diserahkan kepada orang-lain, Baju sudah bewarna kusam dan kotor tidak terlalu layak di pakai karena sudah terlalu lama menjadi saksi sejarah panjang dalam mencari ilmu yang digunakan mantan pengguna. Sehingga baju tersebut di buang tak berdaya. Sehingga lebih baik tidak usah aja ada baju seragam.
Namun, baju seragam juga memiliki fungsi yang positif buat pelajar. Baju seragam akan menuntun kita untuk selalu disiplin. Bersama teman-teman yang lain untuk kompak dalam segi kerapian, kesiapan, perlengkapan dan lain-lain. Jika kita tidak kompak maka akan timbul perbedaan dan merasa malu. Belum lagi jika ada upacara bendera. Jika menggunakan baju bebas maka akan terihat tidak rapi.
Hal itu emang bagus, mungkin sebaiknya baju seragam di gunakan saat hari upacara atau kegiatan outdoor saja. Tetapi tetap saja harus melihat keadaan ekonomi Indonesia yang makin lama semakin buruk. Tantangan ini amatlah besar bagi negara, megingat tingkat pendidikan Indonesia sangat rendah dibanding negara luar.
Wajib atau tidaknya itu tergantung pemerintah untuk mengurusi rakyatnya. Baju adalah baju dan kehormatan. Apapun bentuknya itu, orang-orang akan melihat dan menilai kita dari segi luar. Padahal orang itu sebenarnya dinilai dari usaha, bukan penampilan. Baju bukanlah hal yang penting, tetapi semua membutuhkan baju. Jika baju digunakan dalam bentuk yang sopan maka orang lain akan menghormati kita. Dan sebaliknya, maka orang lain akan menjahui.
Jika di Indonesia tetap mewajibkan pelajar menggunakan baju seragam maka semua akan terlihat sama, tidak ada perbedaan. Namun, apa bedanya pelajar dengan anak jalanan yang tidak bersekolah. Tentu pemerintah harus mengurusi semua itu. Seberapa besar ilmu yang dimiliki, lebih besar rasa untuk menghargai setiap orang. Ilmu tidak penting jika kita tidak pernah berbagi. Orang miskin juga punya hak untuk bersekolah.